Angin pantai mulai berubah haluan, dingin menusuk tulang dan jauh lebih kencang dari sore-sore biasanya. El Lin merentangkan kedua tangannya menghadap ke laut lepas menghirup dalam bau angin yang sedikit berbeda. Dua menit kemudian dia terbatuk cukup keras hingga mengeluarkan ludah.
Dia berbalik dan berjalan cepat menuju bangku kayu tepi pantai dan meraih sepeda yang dia sandarkan disebelahnya.
Dia mulai mengayuh sepedanya perlahan, jilbab birunya berkibar terhempas angin seiring memerahnya laut harapan; seolah matahari akan ditelannya bulat-bulat.
Sudah beberapa malam ini El Lin tak nyenyak tidur. Badannya semakin kurus, tubuhnya sering menggigil di balik selimut merahnya. Ditengah malam dia sering terbangun, terbatuk menggeser badannya kekanan dan kekiri kemudian memejamkan mata kembali. Berharap dia dapat tidur dengan perasaan yang lebih baik.
Aku menduga-duga sepertinya El Lin sedang tidak enak badan, tapi tidak segera aku tanyakan kepadanya, karena aku sendiri sedang banyak tugas dan dalam kondisi tidak sehat. :D
Setelah kondisiku cukup membaik, kusempatkan benar berkunjung ke pojok sunyi untuk melihat kondisi El Lin.
Dan betapa terkejutnya aku, ketika melihat El Lin terbaring lemah diranjangnya. Kuhampiri dia, menyapa dan menayakan keadaannya. Dia hanya tersenyum dan berkata, “Ternyata badanku tidak sekuat semangatku.” Akupun tertawa kecil mendengar perkatannya, “Kemarin kamu terlalu banyak main, sekarang disuruh banyak istirahat, biar besok bisa main-main lagi.” Candaku kepada El Lin, “Hmm, ternyata aku tidak sekuat itu.” Kata El Lin sambil tertawa renyah.
Tirai merah maroon yang terpasang cantik dijendela pojok sunyi berkibaran begitu kencang, loceng mainan bergantungkan boneka lumba-lumba beningpun berbunyi hingga suaranya tak beraturan, angin sore itu begitu berbeda dari angin sore biasanya.
Ada segurat kekhawatiran yang terpancar di wajah lemah El Lin. “Badai Bulan Delapan.” Kata El Lin memandang jendela yang terbuka dan tertutup sendiri terkena hembusan angin.
Badai bulan delapan terjadi ketika musim berganti lebih dari satu dasawarsa, tapi sebenarnya aku tidak mengerti bagaimana cara El Lin mengetahui tentang kedatangan badai bulan delapan itu; dia memang istimewa.
Sebenarnya tidak ada yang spesial dengan badai ini, tidak beda dengan badai-badai lainnya. Tapi bagi El Lin badai bulan delapan adalah saat-saat yang menegangkan dan mengkhawatirkan. Karena dia pernah kehilangan seseorang yang dia sayang ketika badai bulan delapan datang beberapa tahun silam.
Dan sekarang badai itu datang lagi, ketika dia telah bertekat menunggu sebuah perahu pulang pada jam 4 sore nanti.
El Lin hanya selalu berdo’a kepada Tuhannya, meminta diberikan yang terbaik. Dan dia sedapat mungkin belajar berlapang hati, jika suatu hari nanti perahu itu tak kembali karena dibawa menepi ke pelabuhan lain oleh badai bulan delapan.
Aku juga hanya bisa berdo’a untuk El Lin dan seseorang yang selalu El Lin nanti kedatangannya di tepi panta tiap jam 4 sore.
“I ask Allah to bless all they do, take they in the best way, and guide they every single day. And also I pray for them, hopefully they get happy in the end.”