Rabu, 19 September 2012

Segera Rindukan Aku Kembali



Lagi-lagi untuk kesekian kalinya El Lin melamun; menggerutui dirinya sendiri, “Kenapa aku harus ngomong kaya gitu kemarin?” dan beberapa saat kemudian kedua bibirnya mengembang; tersenyum. Kali ini sepertinya lamunannya berpindah ke saat-saat yang membahagiakan; kemudia dia berguman sendiri, “ Hm, waktu aku marah dia selalu punya cara untuk membuatku tersenyum dan merasa nyaman kembali, kenapa waktu dia marah aku gag bisa membuatnya tersenyum dan merasa nyaman kembali ya?” senyumnya berubah getir, matanya mulai berkaca-kaca. Sudah sejak pagi sebenarnya air itu ingin tumpah.

Lagi-lagi membuat orang marah, lagi-lagi mengulangi kesalahan yang sama! Begitulah manusia dengan segala kekurangannya. Tak pernah ada niatan menyakiti, toh menyakiti juga walau tanpa sadar, dan akhirnya menyesal kembali.

Hari ini El Lin dan Sun Ju sedang tak seharmonis biasanya, entah apa gerangan; baru-baru ini aku tahu ternyata El Lin lagi-lagi membuat Sun Ju agak marah karena tingkah lakunya.

Seburuk apakah tinggkah laku El Lin??
Jangan bayangkan El Lin seorang gadis yang jahat dan menyebalkan. Dia sebenarnya gadis yang baik dan berhati lembut. Tapi urusan marah itu urusan hati yang paling subjektif. Tidak bisa disamaratakan penyebabnya. Yang jelas seseorang akan marah apabila seseorang melakukan hal yang tidak ia sukai. Dan hal yang tidak disukai orang itu sangat relative bukan?

Seperti hari kemarin; tahu benar ia, Sun Junya itu paling tidak suka dibuat penasaran, dan tentu saja El Lin tidak ingin membuatnya penasaran. Tapi karna satu hal yang dia malu untuk mengatakan pada Sun Ju, akhirnya ketika Sun Ju bertanya, El Lin tidak mau mengatakannya.

Dan alhasil, seharian El Lin tidak bisa menghubungi Sun Ju.

Dan kalian jangan pula membayangkan bahwa Sun Ju adalah orang yang pemarah ataupun senang membesar-besarkan masalah. Di sungguh orang yang penyayang dan halus budinya, dia bahkan laki-laki yang cukup sabar.

Tapi seperti yang aku bilang tadi, urusan marah adalah urusan hati yang begitu relative dan subjektif. Mungkin saja banyak orang yang suka dibuat penasaran; tapi tidak dengan Sun Ju.

Padahal, El Lin hanya malu untuk mengatakan bahwa, semalaman dia membayangkan betapa indahnya ketika telah hidup bersamanya.

Dan dikala matahari mulai menggelincir dan sinarnya tak lagi membuat ubun-ubun mendidih, mulai cair pula ketegangan mereka. El Lin meminta maaf akan kesalahannya, dan Sun Ju pun berkata telah memaafkannya.

Tapi kata maaf tidak berarti amarah telah benar-benar mereda. Tetap saja Sun Ju tidak seriang dan sepenyayang biasanya. El Lin hanya mampu berdiam dan berharap semoga Sun Ju segera merindukannya kembali.


Minggu, 16 September 2012

Sakinah Bersamamu- cerita ayah dan bunda keluarga cahaya



I pray for us, hopefully we get happy in the end- sakinah bersamamu.“ itulah lantunan do’a sederhana bunda Sinar dan ayah Hari.

Ayah dari ke empat anak-anak yang insyallah membanggakan itu bernama Matahari, atau lebih akrab di panggil Hari. Sedangkan bunda yang telah melahirkan keempat anak yang sholih-sholihah itu bernama Sinar.

Lihatlah, dari namanya saja mereka begitu serasi, Sinar dan Matahari. Matahari tidak akan ada gunanya tanpa sinarnya, dan sinar tidak akan ada tanpa matahari. Sungguh saling melengkapi dan tak terpisahkan. Semoga begitu pula dengan ayah dan bunda keluaga cahaya.

Sore itu seusai sholat magrib berjamaah bunda seperti biasa mencium tangan ayah tanda ta’zim dan ayah mencium kening bunda tanda sayang yang tiada putus-putusnya. Do’a selalu mereka lantunkan sehabis sholat, meminta dihapuskan segala dosa-dosa, dipermudah segala urusan dan dijadikan keluarga mereka sakinah, mawadah wa rahmah.
Alunan ayat suci mengalun merdu dirumah yang indah itu, bukan karena megah atau mewah, tapi karena kedamaiaan yang melingkupinya.

Rumah mereka tidak bisa dibilang besar, tapi cukup untuk hidup ayah bunda beserta keempat putra-putrinya. Di depan rumah terdapat pohon kelengkeng yang rindang dan terdapat pula kolam ikan yang cukup luas. Ada beberapa bangku kayu yang sengaja diletakkan di bawah pohon kelengkeng. Biasanya bangku itu dipakai bunda dan anak-anak bercerita disiang hari, selepas sekolah.

Didepan rumah terdapat teras yang cukup lebar, dan disana juga tersusun beberapa kursi kayu dan sebuah meja bulat yang terbuat dari kayu juga. Jika kalian masuk kedalam rumah tersebut akan terlihat banyak sekali ornamen-ornamen kayu, yang menandakan pemiliknya menyukai benda-benda yang terbuat dari kayu.
Suasana rumah jawa terasa kental, ruangan-ruangan yang terlihat longgar karena tidak terlalu banyak barang-barang yang memadatinya. Perabotan dari kayu menambah rumah terasa adem, dan iringan tembang jawa maupun alunan instrument yang kerap diputar menambah tentram orang yang berada didalamnya ataupun orang yang hanya sekedar lewat didepan rumah itu.

Adzan isya’ telah lama usai berkumandang, ayah dan bunda telah sedari tadi membereskan sarung dan mukena seusai sholat isya’ berjamaah.
Ayah menarik lembut tangan sang bunda, dan berbisik agar anak-anak tidak sampai mendengar, “Ayo manis, kita ketempat istimewa kita.” Bunda hanya tersenyum dan menurut saja ketika ayah menggandeng tangannya menuju sebuah pintu.
Udara segar berhembus menerbangkan ujung jilbab bunda, ayah segera nenutup pintu kembali dan merangkul bunda kesebuah bangku kayu yang berada dibawah pohon kelengkeng depan rumah mereka.

Mereka kini telah duduk berdampingan diatas bangku dibawah pohon klengkeng itu. Ayah melingkarkan tangan kanannya ke pinggul bunda dan mendekapnya erat. Mereke bersama-sama memandang langit yang cerah bertabur bintang dengan bulan yang sempurna bulatnya. Itulah tempat spesial mereka selama 14 tahun masa pernikahan mereka; masih mesra seperti dulu, masih sering melakukan hal-hal seperti saat mereka belia dan awal ketika jatuh cinta. Salah satunya seperti peristiwa malam ini, yang selalu mereka sempatkan berdua setiap bulannya saat tanggal 17 hijriyah; memandang bulan purnama.

Dulu waktu muda, ayah dan bunda ketika saling merindu pergi keluar dan memandang bulan, walupun mereka terpisah jarak, dengan memandang bulan yang sama jadi merasa dekat. Sejak dulu bulan selalu istimewa dan selalu punya daya tarik sendiri untuk dipandang berlama-lama.

“Alhamdulillah, Sinar bersyukur mas, bisa memandang bulan sekali lagi dengan orang yang paling Sinar cinta..” bunda membuka pembicaraan, memecah kesunyian malam. “Hmm, apa iya?” kata ayah dengan wajah sok serius. “Iya lah..” bunda menanggapi, “Manisku lebih cinta siapa, mas atau anak-anak?” lanjut ayah dengan wajah masih sok serius, “Loh, mas kok tanyanya gitu?” bunda mulai menegakkan tubuhnya, “Ya kan tinggal di jawab cintaku..” jawab ayah enteng. Bunda diam sejenak dan pura-pura berpikir keras, “Hmm, jadi begini ya ayah, mas Matahariku tercinta, Sinarmu ini mencintai Mataharinya melebihi siapapun, hari ini aku mencitaimu lebih dari kemarin mas, dan begitu seterusnya.” “Trus anak-anak??” lanjut ayah singkat, “Sinar juga mencintai anak-anak lebih daripada siapapun. Jadi cinta Sinar untuk mas dan anak-anak selalu bertambah setiap harinya.” Sebuah senyum lebar mengembang dibibir bunda. Sejurus kemudian ayah telah mencium pipi tembam bunda, sambil tertawa berkata, “Alhamdulillah, istriku memang pinter.” Tawapun pecah diantara keduanya yang masih bagaikan penganti baru itu.
“Kita tetap seperti ini ya sayang, sampai kakek nenek kelak.” Kata bunda pelan, pandangannya tidak lepas dari indahnya bulan, “Iya Insyallah cintaa.” Jawab ayah, “Aku ingin hidup sakinah bersamamu mas..” lanjut bunda dan ayahpun berkali-kali mengamininya.


Jumat, 07 September 2012

Untuk hari yang istimewa; Cerita tentang pantai itu.



Mungkin kalian heran, mengapa aku begitu suka menceritakan El Lin dan Sun Ju.
Siapakah mereka?
Tentusaja bukan orang yang penting bagi kalian, tetapi penting bagiku.
Kisah mereka dapat membuatku menari-narikan jari menulis cerita yang sekarang sedang kalian nikmati.

Kali ini aku ingin bercerita tentang pantai. Pantai adalah tempat yang mereka sukai.
Mengapa mereka suka pantai? Yah, kapan-kapan coba kutanyakan pada El Lin atau Sun Ju apa alasannya. :D
Yang jelas, banyak kenangan yang terukir dipasir-pasir itu, banyak jejak yang menepak dan tak akan hilang dihempas ombak.

Pagi itu 6 September dan pagi-pagi sebelumnya maupun sore-sore sebelumnya. Pantai selalu menjadi tempat yang indah bagi mereka, bahkan pernah pada suatu pagi ketika mereka berajan-jalan di tepi pantai dan bertandang kesebuah gubuk bekas warung yang kini tak terpakai karena pasir pantai semakin naik, Sun Ju berkata kepada El Lin, “Besok kita beli tanah di dekat sini, kemudian kita bikin rumah disebelah sana.” El Lin tersenyum dan berkata, “Kenapa pengen punya rumah di deket pantai?” “Biar kalau sayangku mau teriak-teriak gag ada yang denger.” Ujar Sun Ju berkelakar.

El Lin semakin erat merapatkan jaketnya kebadan karena pagi itu kabut belum sempurna hilang, jalan setapak di ujung pantai itu belum jelas terlihat karenanya. Tangan kirinya menyangking sandal japit agar kakinya sempurna merasakan basah dan lembutnya pasir pagi, dan itu membuat kakinya merasa nyaman.

Sun Ju asyik mengambil gambar laut, pohon-pohon yang basah, gubug-gubug yang atapnya dipenuhi dedaunan dan tak lupa dia menangambil gambar kekasih tercintanya. Sun Ju bagaikan fotogramer handal memainkan kamere poketnya mencari-cari posisi yang tepat. Dan kemudian cepret, satu senyuman terekam dilayar bening kamera tersebut.

Jika kalian berada disana dan menyaksikan aura yang mengilingi mereka, kalian dengan mudah akan segera tau bahwa aura itu disebut dengan cinta.

Kerena memang pagi itu, pagi yang istimewa untuk mereka. Hari dimana janji-janji masa depan dan harapan-harapan hidup yang indah memeluk erat.

Dan untuk kesekian kalinya matahari itu menjadi saksinya, dan untuk kesekian kalinya sinar lembut yang keluar darinya menjadi saksinya dan untuk kesekian kalinya langit yang luas itu menjadi saksinya, dan untuk kesekian kalinya laut yang biru itu menjadi saksinya dan untuk kesekian kalinya ombak-ombak yang bersahaja itu menjadi saksinya. Dan untuk kesekian kalinya pasir-pasir itu dipenuhi jejak-jejak kebahagiaan mereka yang ombakpun sungguh bersahabat tak ingin menghapusnya sampai kapanpun jua.

Dan untuk yang pertama, hari istimewa itu terulang.
Semoga hari-hari berikutnya akan sama istimewanya dengan pagi itu.^^