Sabtu, 15 Mei 2010

Cah Cilik-cilik Uda pada Ngrokok??

Siang itu baru saja aku selesai mencari materi untuk membuat makalah tentang fatwa haram merokok yang dikeluarkan oleh PP Muhammadiyah. Pulangnya aku mampir ke sebuah minimarket untuk membeli es krim. Aku masuk dengan mendorong pintu kaca minimarket tersebut. Terlihat olehku beberapa anak SMP dengan seragam putih birunya berkerumun didepan kasir, ribut menunjuk dan memilih barang-barang yang dipasang di rak di belakang kasir tersebut.

Sempat aku mendengar perbincangan mereka, “Yang itu aja.” Sambil menyebut salah satu nama merek pelembab wajah wanita – kalau aku gag salah denger- “Jangan , yang biru aja.”kata teman yang berada disampingnya. Aku hanya melirik mereka sambil tersenyum, dalam hatiku berkata, “Ya Allah, anak-anak jaman sekarang cepet gedhe yah?? Sangat memperhatikan penampilan , anak-anak cowok masi SMP uda pake pelembab wajah segala.” Kemudian terbersit diotakku , “Oh, atau mungkin mereka ingin membelikan pelembab wajah untuk temen cewek mereka kali yah? Tapi kok bareng-bareng gitu?” aku tersenyum geli, berjalan menuju box es krim yang berada di samping kasir. Sempat bingung juga memilih es krim mana yang ingin ku beli, semuanya menggiurkan. Tapi akhirnya aku mengambil 2 es krim Cornetto cokelat dan berjalan menuju kasir.

Aku masi ingat, aku berada di urutan ke empat antrean di kasir itu. Di urutan pertama, ada seorang mas-mas sekitar 26-27 tahun-an umurnya, menunjuk ke sebuah rokok yang terpampang dibelakang kasir. Sang kasir dengan cekatan mengambil satu bungkus rokok berwarna merah itu, kemudian menyerahkan kepembelinya. Aku hanya tersenyum melihatnya, mengingat fatwa haram rokok yang baru aku baca diwarnet tadi.
Urutan kedua, para adik-adik SMP yang aku lihat ketika masuk tadi, belum selesai memilih barang yang mereka inginkan ternyata. Masi berdebat ini dan itu. Sejurus kemudian, mbak kasir mengambil rokok berwarna putih dan diserahkan ke mas-mas yang berada di depanku. “ Wah,kok tau se, padahal aku belum bilang.” Kata si mas berkulit putih berumur sekita 25-26 an tahun itu, “Ya kan aku bisa membaca hatimu.” Kata si mbak kasir dengan senyum manisnya. Aku tersenyum lagi, tersenyum lucu melihat tingkah mas dan mbak di depanku. Tersenyum miris dan berfikir , “Rokok lagi? Ni mas-mas uda tau ada fatwa haram rokok belum yah?”

Aku masih menunggu giliran untuk membayar es krim yang aku pegang dengan kedua tanganku. Tapi ternyata adek-adek laki-laki SMP ini belum selesai dengan acara pilih memilihnya. Aku jadi penasaran barang apa se yang mereka cari. Pelembab seperti apa ce, mungkin aku bisa membantu, fikirku nakal. Tapi tiba-tiba aku mendengar, “Weh, jangan yang itu, itukan rokok buat anak SD!!” kata salah seorang diantara mereka, “Hmm, apa aku gag salah dengar?” fikirku. “Uda yang ini aja wes.” “Ah jangan , coba yang putih aja.” Mereka masih berebut. Ternyata dugaanku salah, mereka bukan bingung memilih pelembab wajah, tapi bingung memilih rokok?” ku tatap lekat anak-anak SMP ini. Guratan wajahnya masi lugu, bibir-bibir merekapun masi merah. Baru kelas satu atau dua SMP ku kira. “Wes mbak yang ini aja, tambah korek satu.” Kata mereka. Ku pandang adek-adek itu dengan tatapan datar. Sungguh miris, ingin aku merebut rokok itu dan berkata, “Ih, barang kaya gini buat apa?” tapi siapa aku, melakukan hal itu?

Si kasir dengan cepat memberikan barang yang mereka tunjuk, dan lembaran uang kertas diserahkan. Merekapun beranjak pergi. “Eh, dek kembaliannya masi 700 rupiah.” Kata sang kasir. “Wes, pek wae mbak!!” kata mereka enteng. “Uang jajan kok buat beli kaya gini.” Guman mbak kasir pelan. Dan mereka tetap berlalu keluar minimarket. “Thu adek-adek kelas berapa si mbak?” kataku gemas sambil menyodorkan dua es krim ke mbak kasir. “ Satunya 5.800 mbak.” Kata mbak kasir, “oh, iya.” Segera ku ambil uang dan membayar es krim ku yang sepertinya mulai meleleh karena siang begitu terik atau karena tangan dan otakku yang memanas karena anak-anak tadi?

Aku dorong pintu kaca minimarket dan keluar dengan menenteng plastik berisi dua es krim. Di seberang jalan sana masi kulihat adek-adek SMP tadi berkerumun dan berlomba mengepulkan asap lewat mulut mereka. “Astagfirullahal’azim..” hatiku hanya bisa berucap. Ku perhatikan mereka, sepertinya mereka murid SMP islam atau SMP Muhammadiyah, dugaku melihat baju seragam panjang mereka.

Kepulan asap keluar lagi dari bibir-bibir mereka yang masih merah, “Mereka pasti baru coba-coba.” Batinku. Tiba-tiba pertanyaan terbersit dalam otakku, “Ya Allah dek, apakah ibu bapak kalian tau kalau kalian merokok seperti itu? Apakah mereka ikhlas uang hasil jerih payah dengan cucuran keringat dibuang untuk sepuntung asap beracun?!”

Hhuufft...
Pelan aku menarik motorku dan menaikinya, lalu semenit kemudian telah melaju dijalan raya. Di perjalanan pulang, masi teringat saja aku dengan adek-adek SMP itu. “Ternyata seperti itulah gambaran anak-anak Indonesia jaman sekarang, penerus tonggak kepemimpinan bangsa.” “Anak sekecil itu sudah gemar merokok?? Bukan gemar menulis atau membaca? Tragis!!” otakku berguman sendiri. Tiba-tiba terbersit di otakku, “Anak-anak sekecil itu tadi ku bilang? Untuk menyebut anak-anak SMP itu?” Aku benar-benar merasa mulai menua!! Karena aku berfikir bahwa mereka anak kecil dan aku telah dewasa. Menua, yah keniscayaan yang tak dapat dipungkiri. Bibirku tertarik, geli aku dibuat oleh diriku sendiri.

Lampu lalu-lintas berubah merah dari kuningnya. Motor-motor dan mobil-mobil mulai berhenti, berderet. Aku menginjak rem dimotorku, menurunkan laju dan berhenti pula. Dan lagi-lagi, hatiku berkata, “Hhahahah, sungguh naif sekali kamu ini Nung!! Kamu fikir ini di langit? Kau injak bumi yang dipenuhi kepalsuan dan kebohongan!!, tadi kau bilang ‘Betapa tragis anak-anak bangsa jaman sekarang?’ apakah kau lupa, dulu waktu kau masih memakai seragam putih-biru seperti mereka, berapa banyak teman-temanmu yang yang merokok dan bibir mereka hitam karenanya? Dan itu sudah enam tahun yang lalu!! Berarti bukan anak muda jaman sekarang yang tragis, tapi anak muda jamanmu (apa sudah bisa dibilang jaman dulu?) juga tragis, bahkan jaman-jaman sebelum itu.” Aku tertawa mendengar ocehan di otakku. Entah, aku juga tak mengerti apa yang sebenarnya ku tertawakan.

Hhaaahh, aku menghela nafas. Udara siang di Jogja benar-benar sudah tidak sehat lagi. Tidak ada kesegaran yang mengalir di paru-paruku sama sekali. Yah, aku berfikir kembali. Entah, mungkin fikiran aneh, “ Apa masih ada jiwa-jiwa Soe Hok Gie, di jaman sekarang ini?”

Lampu telah berubah hijau dari merahnya, harus segera kulajukan motorku dan berjalan kembali. Sedetik kemudian, aku merasa menginjak bumi kembali, “Ayo cepat pulang, nanti es krimnya keburu meleleh.” Gumanku tersadar.

Pengemis yang Cerdas

Siang itu, aku sedang melajukan motorku menerjang terik siang menyusuri jalan-jalan raya Jogja yang semakin hari semakin memadat saja. Kalau dipikir pikir, umurku banyak ku habiskan di jalan, dengan lampu merah hampir disetiap meter. (Hheheh, agak lebay gitu.)

Rumah Simbah di Sleman tujuan perjalananku siang itu. Lampu merah menyapa, memintaku menurunkan laju motorku dan berhenti di perempatan Ring Road jalan Magelang. Mobil mobil berderet, kecil besar sampai truk truk pengankut barang.

Sejurus kemudian,, anak-anak jalanan bertebaran. Tak seperti anak anak jalanan biasa yang memainkan alat music sederhana dengan suara yang pas pasan berharap ada yang berbelaskasih memberi mereka beberapa receh dan untung untung selembar ribuan. Anak jalan yang kulihat siang itu, cerdas kukira,, tak seperti biasanya mengulurkan tangan dengan muka memelas. Tapi mereka mengeluarkan amplop-amplop kecil dan diserahkan kepada para pengendara motor dan mobil yang berhenti karena lampu merah. Dan akupun mendapat satu amplop yang diatasnya tertuliskan “ Infaq untuk makan sehari-hari dan biaya sekolah kami” “ Wah, anak anak Indonesia memang cerdas-cerdas ternyata” gumanku dalam hati. Seandainya kecerdasan mereka diarahkan ke hal-hal yang lain yang lebih baik. Kita punya banyak sekali calon-calon orang cerdas dan hebat yang pemerintah sendiri tidak memberikan fasilitas untuk menjadikan mereka orang hebat yang akan membangun negara kita kelak. Bukankah itu juga salah satu tanggung jawab pemerintah? Dalam undang-undang dikatakan bahwa ‘Anak yatim dan anak terlantar dipelihara oleh pemerintah’ bukan??

Sejuta pertanyaan dan pernyataan berjejalan diotakku;
-Astagfirullah, kenapa aku kadang suka malas kuliah, tidak memperhatikan penjelasan dosen, mengerjakan tugas juga sering ditunda-tunda. Bukankah aku seribu kali lebih beruntung dari mereka karena bisa mengenyam pendidikan sampai perguruan tinggi?! Benar-benar tidak bisa mensyukuri nikmat aku ini.
-Seandainya mereka sekolah pasti akan jadi anak-anak yang cerdas.
-Benarkah adek-adek ini masih sempat memikirkan sekolah, mungkin seharian waktunya dihabiskan untuk berfikir bagaimana mengisi perut hari ini.
-Mereka mengemis seperti itu karena kemauan sendiri atau dipakasa orang tuanya yah?
-Apakah uang yang mereka dapat benar digunakaan untuk membeli makan dan biaya sekolah? Atau untuk membeli barang-barang terlarang dan membeli rokok?
Dan masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaaan serupa yang berseliweran diotakku setiap melihat mereka.

Tapi mereka menyadarkaku tentang secuil realita kehidupan di Indonesia.
Dimana raja malah dirajai oleh pelayannya.
Bukankah rakyat adalah raja? Segala pajak diambil dari uang rakyat. Gaji presiden, mentri, dan para pegawi negri juga diambil dari uang rakyat, uang raja mereka. Tapi mana fasilitas yang seharusnya didapatkan oleh rakyat?? Mana pelayanan yang seharusnya para pelayan rakyat itu berikan kepada rajanya?? Kemiskinan dan kelaparan dimana-mana. Semua harga membumbung tinggi kelangit hingga tak dapat dijangkau lagi oleh sebagian besar penduduk Indonesia yaitu rakyat kecil.

Yah, entahlah....
Aku menundukkan kepala, malu karna sebagai mahasiswa yang katanya ‘agent of change’ belum bisa melakukan apa-apa. Hanya bisa menjerit lewat tulisan seperti ini.

Senin, 10 Mei 2010

Pengendara Motor Bekaos Merah

Pada suatu pagi -tapi bisa dibilang sangat siang untuk mahasiswa yang kuliahnya masuk jam 7 pagi seperti aku- seperti biasa kulajukan motorku dengan kecepatan sekitar 80 km/jam untuk mengejar kelas pertamaku pagi itu.
Kuselip motor-motor, beberapa mobil dan satu dua bus yang membuat udara pagi Jogja sudah tak nyaman lagi.

Satu hal yang menjadi kebiasaanku ketika naik motor.
Mataku ini jelalatan kemana-mana, melihat toko-toko yang baru akan dibukalah, bapak-bapak becak yang masih tertidur diatas becaknya, bapak polisi yang sudah berdiri mengatur jalan, tukang koran yang sudah dari pagi memulai mencari nafkah menantang dunia yang semakin kejam, atau sekedar melihat kaos dan helm pengendara motor didepan dan disampingku.
Yah, kurang kerjaan memang.

Paga pagi itu, mataku tertuju kepada seorang pengendara motor yang dapat membuatku bertahan cukup lama berjalan dibelakang tanpa menyelipnya.
Pengendara motor itu biasa saja sebenarnya, ganteng juga enggak (gag tau maksudnya, gag liat wajahnya, namanya juga liat dari belakang, heheheh.)
Tapi ada satu hal yang membuat mataku tertarik memandang lama kaos merah yang ia kenakan, karena tulisan yang menurut orang mungkin tidak menarik, tapi tulisan itu aneh dan menarik bagiku.

Diatas kaos merah polosnya itu tertulis beberapa kata dengan huruf berwarna kuning yang berbunyi, "ARJUNA SETIA SATU CINTA"
Kau tau mengapa kata-kata itu terasa aneh bagiku. Karena setahuku tokoh pawayangan yang bernama Arjuna itu punya istri banyak dan ada dimana-mana. Kebanyakan pernikahannya diselenggarajan dengan meriah, karena istri-istrinya adalah para putri-putri raja.
Lalu bagaimana bisa "Arjuna Setia Satu Cinta?"
Aku tidak tau apa maksud dari tulisan itu, dan aku tidak tau hal apa yang ingin disampaikan oleh sang pembuat kaos dengan menulis kata-kata itu.

Huufft,, aku menarik nafas panjang.
Dalam hatiku berkata, "Hmm..,kalau ada, aku mau ah sama Arjuna Setia Satu Cinta seperti itu."
Kemudian aku tersenyum dan melaju kencangkan motorku menyelip pengendara motor berkaos merah, yang entah siapa dia akupun tak kenal.
Karena aku tersadar, dapat di pastikan aku akan terlambat masuk kuliah pagi itu.




-memory of 6 Mei 2010-

Bule Sang Penarik Becak

Ada satu hal unik dan lucu yang sempat kulihat ketika aku duduk dan mengobrol hangat dengan teman-temanku sambil makan es buah di sebuah warung di samping kampus disela-sela kuliahku.
Jalan raya siang itu terliat ramai seperti biasa, dari sepeda onthel, becak, andong, motor, mobil dan bus-bus kota yang berasap hitam belalu lalang mengisyaratkan Jogja memang tak pernah sepi apalagi disiang hari.

Siang itu ada pengendara becak yang lain dari biasanya.
pertama-tama aku melihat seorang bapak becak mengayuh keras becaknya, dikursi penumpang duduklah seorang bule perempuan berbaju mini dan bercelana mini, mungkin karena saking tingginya si bule itu jadi kurang bahan untuk membuat baju.
Tak berselang lama setelah itu aku melihat sebuah becak yang dikayuh lebih keras dan sangat bersemangat oleh seorang bapak becak.Tapi ada yang berbeda dari bapak becak ini, yang berbeda adalah yang mengayuh becak tersebut adalah seorang bule laki-laki dengan senyum puasnya bisa manaiki becak dengan kencang. Dan dikursi penumpang duduk bapak sang pemilik becak dengan senyum tulus bahagianya.
Mungkin dalam hati bapak becak itu berkata, "Alhamdulillah, dapat uang yang lumayan, bisa untuk makan istri dan anak-anakku, bisa naik becak di genjotin bule pula, orang hebat saja belum tentu pernah naik becak dikayuh seorang bule."

Sayangnya adegan itu hanya sempat terekam oleh otakku tak sempat aku foto.^^
Aku dan teman-temanku hanya terpekik kaget dan kemudian tertawa melihat adegan tersebut.
"Coba yah, semua orang yang mau naik becak kaya bule itu. Naik becak tapi ngayuh sendiri, ato para pejabat-pejabat suruh nyobain gimana rasanya ngayuh becak." ceplosku begitu saja pada teman-temanku. Dan salah satu dari temanku berkata, "Kalo kaya gitu ya gag ada yang mau naik becak klo suruh ngayuh sendiri."
"Ya ya ya." jawabku sekenanya.

Praktik Korupsi Kecil-kecilan

FKIP yang kita ketahui bersama adalah singkatan dari Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, adalah Fakultas yang memeiliki tujuan menciptakan calon-calon pendidik yang profesional di bidangnya.
Khususnya FKIP yang berada di UAD yang notabenenya adalah universitas milik Muhammadiyah, secara kasat mata dapat ditebak bahwa mahasiswa keluaran FKIP UAD ini adalah calon-calon pendidik yang berintegritas tinggi dan berakhlak mulia sebagai ciri khas yang harus ditonjolkan.
Akan tetapi, bisa kita lihat sendiri perspektif tersebut agaknya jauh dari kenyataan, bukan dalam integritas yang disorot disini akan tetapi dalam berakhlak mulia.

Tidak dapat dipungkiri, di setiap ujian masih sering kali kita jumpai kecurangan – kecurangan disana sini.
Aksi saling contek-mencontek yang dilakukan tanpa risih dan dengan berbagai cara yang tak ubahnya seperti anak-anak SMP ataupun SMA.
Dan tidak jarang kita lihat pengawas yang tidak mencegah atau menindak tegas praktik KKN kecil-kecilan tersebut.
Padahal, sesuatu yang kecil bila ditumpuk-tumpuk akan menjadi sesuatu yang besar. Mungkin itulah alasan mengapa bangsa kita terkenal sebagai negara yang tingkat korupsinya tinggi.
Banyak pejabat yang korupsi, mentri yang korupsi, pegawai yang korupsi, pedagang bahkan buruh rendahan sekalipun melakukan praktik korupsi. Baik korupsi berupa uang, barang-barang kantor dan perusahaan ataupun korupsi waktu yang bagi sebagian besar orang telah dianggap lumrah.
Itu karena para calon pejabat, mentri, pegawai, pedagang, buruh dan lainnya sudah terbiasa melakukan tindakan korupsi kecil-kecilan dari kecil yang entah mereka sadari atau tidak, karena mereka menganggap sesuatu kesalahan yang kecil tersebut adalah hal yang lumrah dilakukan.

Miris juga jika membayangkan para calon pendidik dan para calon pencerdas bangsa yang dengan tangannyalah akan terlahir orang-orang besar dan hebat, tetapi pada kenyataannya dalam menempuh pendidikan untuk menjadi seorang pendidik dilewatinya dengan cara mencontek, asal copy paste tanpa tau apa yang diconteknya.
Mereka melakukan semua itu dengan satu target saja di kepalanya, mendapat nilai bagus bagaimanapun caranya.
Mendapat IPK tinggi walaupun isi kepalanya entah faham atau tidak dengan materi yang disampaikan oleh dosen.

Seperti inikah calon-calon pencerdas bangsa sebesar Indonesia? kemudian apa yang akan dilakukan jika murid-muridnya kelak juga gemar mencontek sama seperti yang dilakukan gurunya ketika sedang mencari gelar sebagai seorang pendidik?? Apakah hanya diam dan berkata “ Ya biarlah, dulu aku juga seperti itu.”
Lalu Apa Kata Dunia?!!

Untaian Sayang untuk Adek-adek ku (bagian 2)

Aku terharu,
Mengingat sebuah cerita sederhana yang terasa manis bagiku.

Pada suatu hari,
seperti biasa, aku ngopyak-opyak adek-adekku untuk berangkat sekolah.
tiba-tiba ada salah satu anak masuk kekamar dengan memakai sepatunya, refleks aku berkata," Eh.. eh..eh.., Loh kok sepatunya naik tahta?" mereka hanya bilang "He..he..he.." sambil meringis, "Ayo dilepas, diturunlkan sepatunya." kataku lagi, "iya mbak.." katanya sambil melepas sepatu.Aku hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalaku.
Semenit kemudian, ada anak yang lewat didepanku dan tiba-tiba saja memberiku sebuah permen alphenlibe warna coklat sambil tersenyum tanpa berbicara apa-apa. "Hmm, makasii.." kataku singkat, eh tiba-tiba adek-adekku yang lain tertawa.
Hmm, aku tambah bingung apanya yang lucu? kemudian aku bertanya, "Lho kenapa?" mereka menjawab sambil tertawa "Ya Allah mbak, ekspresinya datar banget sih.."
Aku berfikir 'Emang ekspresiku darat yah?' Emm, terserahlah.
Ya Allah, adek-adekku ini lucu-lucu sekali, lumayanlah pagi-pagi uda dapet permen.
Walaupun sebuah permen, tapi sungguh manis bagiku.

Ada lagi satu cerita,
Seperti dipagi-pagi yang lainya, aku ngopyank-opyak mereka untuk piket.
" Ayo siapa yang piket koridor, siapa yang piket sampah?"
setelah itu aku duduk di bangku panjang depan koridor sambil memperhatikan adek-adeku yang sedang bersih-bersih [nakal yah, gag bantuain malah cuma ngliati,, hehehe..]
Tiba-tiba ada anak yang berdiri di depanku dan bertanya, " Mbak Inung hari ini puasa gag?" kupandang adekku itu sebentar, "Enggak, kenapa nduk?" jawabku.
Eh, tiba-tiba,, kalian tau? apa yang adekku itu lakukan?
Dia tiba-tiba menyuapi krupuk ikan khas Lampung kemulutku. Diotakku hanya ada kata "Hmmm?" kemudian adekku tersenyum, dan aku bilang, "Makasii.." sambil tersenyum kemudian menghabiskan krupuk yang barusan adekku beri itu." Sama-sama" kata adekku sambil tersenyum dan melenggang pergi.

Dan masi banyak sekali kisah-kisah sederhana yang membuatku tersenyum.
Kisah-kisah biasa yang terasa manis bagiku.
Hal-hal kecil yang membuat hatiku selalu berkata, " Adek-adekku aku sayang kalian."

Ya Rahman,,
Terimakasih.
Kau menitipkan padaku adek-adek yang baik.
Banyak sekali pelajaran yang dapat ku ambil dari mereka.
Mereka adalah guru cilik bagiku.
mengajariku arti kesabaran, kedewasaan, dan kebijaksanaan.
Semoga ini adalah ladang amalku.


adek-adekku..
Jika suatu saat nanti kalian membaca tulisan ini..
aku hanya ingin berkata, "Terimakasih, mbak sayang kalian."



-memory of Oktober 2008-

Minggu, 09 Mei 2010

Untaian Sayang untuk Adek-adek ku (bagian 1)

Sungguh Allah begitu sayang padaku.
Dia menjagaku dengan cara yang sangat indah...
"Inkullu nafsi lamma 'alaiha hafidz"
Allah menitipkan padaku adik-adik dengan berbagai sifat dan karakter dari banyak daerah dan latar belakang keluarga yang berbeda.

kadang aku merasa, bukan aku yang menjaga adek-adekku
tapi adek-adekku yang menjaga aku;
dengan segala tingkah laku mereka yang lucu,
kata-katanya yang polos,
semangat yang menggebu-gebu.
Mereka penghilang letihku,
penawar lukaku,
pengembang senyumku,
penjernih otakku,
pengukuh semangatku.
adek-adekku,,
aku menyanyangi kalian..^^

walaupun kadang kalian ngeyel.
disuruh piket susah.
berangkat sekolah suka telat.
dibangunin pagi untuk sholat subuh,, alotnya subhanallah.
kadang kalian suka ngomel-ngomel sendiri, teriak gag jelas.
tapi bagiku, kalian tetaplah adek-adek yang baik.

kalianlah anak-anak panah ikatan.
kader-kader harapan.
calon orang hebat masa depan.

Senang rasanya pernah bisa mengenal kalian.
Dan sedikit berbagi senyum dan kasih sayang.



-memory of oktober 2008-