
El Lin seorang gadis bermata teduh berwajah ramah;
Seperti hari-hari sebelumnya; jam 4 sore ini dia telah duduk manis menatap laut senja.
Dihamparkan padangannya sejauh mungkin yang dia bisa.
Mencari-cari perahu yang mungkin saja ia kenal.
Dia mulai memainkan jari-jari tangannya dan mengayun-ayunkan kakinya.
Menarik nafas panjang dan berdiri tegak.
Langit senja semakin memerah saga.
Perlahan dia langkahkan kaki telanjangnya menapak lembut butir pasir yang pernah ia ukirkan sebuah nama.
Terus melangkah dan melangkah, hingga deburan ombak membasahi kakinya.
Sang ombak menyapanya ramah, sudah akrab betul mereka; saking seringnya El Lin bertandang.
Berlari kesana kemari, bermain, berkejar-kejaran dengan ombak sambil tertawa sepi.
Matanya tak pernah berpaling dari garis batas pandang laut itu; yang sering orang sebut Khatulistiwa.
Matahari sudah benar-benar tenggelam sekarang.
Parahu itu tak juga datang.
Dan seperti hari-hari sebelumnya;
Dia pulang dengan mencangking sandal kayunya.
Mengayuh pelan sepedanya.
Dan kau dapat lihat esok hari;
Seperti hari-hari sebelumnya; jam 4 sore nanti gadis itu telah duduk manis menatap laut senja kembali.
Dia berbisik kepada angin yang mungkin akan menyampaikan pesannya:
“Aku akan sedih bila kau tak kembali, karena bukankah kau pernah berjanji akan pulang jam 4 sore nanti?“
Tidak ada komentar:
Posting Komentar